Nasional
Trending

Audit yang Disulap, Krisis PBNU Memanas Setelah Auditor Mengundurkan Diri

JAKARTA | Di tengah memuncaknya turbulensi internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), situasi kian keruh setelah auditor dari Kantor Akuntan Publik GPAA memilih mundur dari proses pemeriksaan keuangan organisasi.

Pengunduran diri ini terjadi setelah draf perkembangan audit yang ia kirimkan untuk keperluan pembahasan internal diduga diutak-atik, digandakan, dan tersebar ke ruang publik seolah-olah merupakan laporan resmi yang memuat temuan penyimpangan keuangan.

Sumber auditor tersebut menegaskan bahwa proses audit masih berlangsung, belum final, dan belum memasuki tahap yang secara profesional memungkinkan penarikan kesimpulan apa pun.

Meski demikian, draf mentah itu justru dijadikan dasar narasi dugaan penyimpangan keuangan yang kemudian memengaruhi langkah-langkah strategis, termasuk pembahasan dalam rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November.

Dokumen yang dijadikan pijakan untuk menuding Ketua Umum PBNU melakukan pelanggaran keuangan, menurut GPAA, tidak lain hanyalah draft progress, materi kerja internal yang belum melalui verifikasi, pengujian bukti, ataupun penandatanganan formal. Dengan kata lain, bukan laporan audit dan tidak memiliki kekuatan konklusif.

Dalam praktik profesional audit, draf seperti ini sepenuhnya berada dalam ranah internal dan tidak boleh dijadikan rujukan keputusan, terlebih keputusan besar organisasi sebesar PBNU.

Sejumlah pakar tata kelola bahkan menyebut penggunaan dokumen mentah itu sebagai tindakan yang “menghukum sebelum dakwaan disusun.”

Kekacauan makin memuncak ketika beredar pesan WhatsApp auditor kepada Bendahara Umum PBNU, Sumantri, pada Senin (1/12/2025).

Pesan tersebut mempertegas bahwa draf yang ia kirimkan telah diolah ulang dan ditambahi sehingga tampil menyerupai laporan audit yang seolah telah rampung.

Isi pesan itu menyatakan:

“Draft progress audit yg saya sampaikan dalam rangka pembahasan dgn internal pemberi kerja, narasi dan deskripsinya sdh diketik ulang atau direproduksi dengan beberapa penambahan seakan2 itu temuan atau laporan saya. Ga tau siapa yg mereproduksinya dan disampaikan ke media online terutama inilah.com. Alhamdulillah saya blm menerbitkan audit report krna audit belum selesai, dan tidak ada kop surat KAP saya di setiap komunikasi yg saya sampaikan ke pemberi kerja. Jd pengaitan hasil audit kita di pemberitaan ga berdasar sama sekali.”

Pernyataan ini menegaskan dua poin krusial:

1. Materi yang beredar bukan laporan audit resmi.

2. Ada pihak yang secara aktif mengubah dan mengemas ulang draf internal sehingga membentuk narasi publik yang menyesatkan.

Keputusan Strategis Tak Bisa Berdiri di Atas Data Setengah Jadi

Dalam kerangka hukum Indonesia, terutama yang mengatur tata kelola organisasi kemasyarakatan, prinsip due process mensyaratkan kehati-hatian. Dokumen audit yang belum selesai tidak memiliki kekuatan hukum sebagai bukti, apalagi sebagai pijakan penjatuhan sanksi internal.

Klaim bahwa dugaan pelanggaran keuangan dapat mengancam keabsahan badan hukum NU juga dipandang tidak berdasar.

Undang-Undang Ormas menerapkan prosedur administratif berlapis, dan persoalan keuangan bukan kategori pelanggaran yang dapat berujung pada tindakan ekstrem seperti pembekuan atau pembubaran organisasi.

Fakta bahwa seluruh tuduhan bersandar pada dokumen yang belum selesai membuat narasi yang dibangun sejak awal menjadi rapuh. Auditor yang menyusun draf itu sendiri membantah penggunaannya dan bahkan menarik diri setelah merasa pekerjaannya dipelintir untuk tujuan yang tidak ia ketahui.

Dengan demikian, tuduhan yang selama ini dikibarkan bukan hanya lemah, tetapi keliru di akar sumbernya.

Krisis di tubuh PBNU pun memasuki fase yang lebih rumit. Persoalannya kini bukan sekadar perbedaan politik internal, tetapi juga menyangkut integritas proses, manipulasi dokumen profesional, dan legitimasi pengambilan keputusan.

Sementara itu, warga Nahdliyin masih menunggu penjelasan resmi dari pihak yang diduga mengubah dan menyebarkan narasi audit yang menyimpang tersebut. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button